1. Dasar Negara
1.1. Pengertian
Dasar Negara
Dasar negara berasal dari kata dasar dan
negara. Arti kata dasar adalah landasan atau foundamental. Arti kata negara
adalah suatu organisasi kekuasaan yang didalamnya harus ada rakyat, wilayah,
dan pemerintahan yang berdaulat. Arti kata dasar negara bagi bangsa Indonesia
adalah Pancasila seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945.
Dalam tinjauan yuridis konstitusional,
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kedudukan sebagai norma obyektif dan
norma tertinggi di dalam negara serta sebagai sumber dari segala sumber hukum
dan sumber tertib hukum negara RI hal ini sesuai dengan Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966 jo Tap MPR No. V/MPR/1973 jo Tap MPR No. IX/MPR/1978, selanjutnya dipertegas
lagi mengenai kedudukan Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan Tap. MPR No.
XVII/MPR/1998 yang kemudian dicabut dengan Tap. MPR RI No. II/MPR/2000.
Dalam Tap. MPR RI No. II/MPR/2000 Tentang
Sumber Hukum disebutkan bahwa Pancasila dan Batang Tubuh UUD 1945 (setelah
diamandemen dibaca pasal-pasal) menjadi Sumber Hukum Dasar Nasional, dan dengan
ditetapkannya ketetapan ini maka Pancasila tidak lagi sebagai Sumber dari
segala sumber hukum melainkan menjadi Sumber Hukum Dasar Nasional.
Fungsi Pancasila sebagai dasar negara
dalam tinjauan sosiologis berarti
sebagai pengatur hidup kemasyarakatan, sedangkan tinjauan yang bersifat etis
filosofis berarti sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara mencari
kebenaran.
2. Konstitusi
2.1. Pengertian
Konstitusi
Konstitusi negara atau Undang-Undang Dasar
adalah peraturan negara yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah
satu sumber dari peraturan perundangan lainnya yang berada di bawahnya.
Istilah konstitusi sebenarnya telah
dikenal sejak zaman Yunani kuno dengan istilah politeia yang
memiliki arti sama dengan konstitusi dan terdapat juga istilah nomia yang
diartikan sama dengan undang-undang. Kedua istilah ini dikemukakan oleh
Aristoteles.
Istilah Konstitusi berasal dari bahasa
latin Constitutio atau Constituere, kemudian
berkembang di Prancis dengan istilah constituer, dalam bahasa
Inggrisnya dengan istilah constitution.
2.2.
Macam-Macam Konstitusi
Menurut C. F. Strong membedakan konstitusi
menjadi dua macam yaitu konstitusi tertulis (bila dibuat oleh yang berwenang
dalam bentuk naskah) dan konstitusi tidak tertulis (tradisi).
2.3. Sifat dan
Fungsi Konstitusi Negara
Sifat pokok konstitusi negara adalah
fleksibel (luwes) dan juga rigid (kaku). Konstitusi dikatakan fleksibel apabila
konstitusi itu memungkinkan adanya perubahan sewaktu-waktu sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Konstitusi dikatakan kaku apabila konstitusi itu sulit
diubah kapanpun kecuali melalui amandemen.
Fungsi pokok konstitusi negara adalah
untuk membatasi kekuasaan pemerintahan negara sedemikian rupa agar
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara tidak bersifat sewenang-wenang,
sehingga hak-hak warga negara terlindungi atau terjamin. Gagasan ini
selanjutnya dinamakan konstitusionalisme.
2.4. Kedudukan
Konstitusi
Undang-Undang Dasar memiliki kedudukan
tertinggi dalam peraturan perundang-undangan, karena setiap perundangan yang
berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang
ada di atasnya dan apabila ada peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan
Undang-Undang Dasar harus dicabut. Undang-Undang Dasar juga dipergunakan
sebagai dasar dalam penyusunan peraturan perundangan yang ada di bawahnya.
UUD yang memiliki kedudukan tertinggi
sebagai fundamental law (hukum dasar). Sebagai hukum dasar yang tertulis,
konstitusi mengatur tiga masalah pokok:
1.
Jaminan terhadap hak asasi manusia
2.
Ditetapkan susunan ketatanegaraan
yang bersifat mendasar
3.
Adanya pembagian atau pembatasan
tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat mendasar
3. Hubungan Dasar
Negara dengan Konstitusi
Hubungan atau keterkaitan dasar negara
dengan konstitusi suatu negara nampak pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan
negara yang tertuang dalam Pembukaan atau Mukadimah Undang-Undang Dasar suatu
negara. Dari dasar negara inilah kehidupan negara yang dituangkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan diatur dan diwujudkan. Salah satu perwujudan dalam
mengatur dan menyelenggarakan kehidupan ketatanegaraan suatu negara adalah
dalam bentuk konstitusi atau Undang-Undang Dasar.
3.1. Dasar
Negara dan Pembukaan UUD 1945
Hubungan dasar negara dengan Pembukaan UUD
1945 dapat digambarkan sebagai berikut:
1.
Falsafah dasar negara Pancasila yang
abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan uraian terperinci
dari Proklamasi 17 Agustus 1945.
2.
Pancasila yang dirumuskan dalam
Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan yang utuh dan tersusun secara
teratur (sistematis) dan bertingkat (hierarkis). Sila yang satu menjiwai dan
meliputi sila yang lain secara bertingkat.
3.
Jiwa Pancasila yang abstrak, setelah
tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 tercermin dalam
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
4.
Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila
harus bersumber dan berdasarkan Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945
3.2. Dasar
Negara dan Pasal-Pasal UUD 1945
Sila-sila Pancasila dalam kaitannya dengan
pasal-pasal UUD 1945 sebagai berikut:
1.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
berhubungan erat dengan pasal 29 (1,2) UUD 1945
2.
Sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab berhubungan erat dengan pasal 27, 28, 28 A-28 J, 29, 30, 31, 32, 33, 34
UUD 1945
3.
Sila Persatuan Indonesia berhubungan
erat dengan pasal 1 (1), 32, 35, 36 UUD 1945
4.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan berhubungan erat dengan
pasal 1 (2), 2, 3, 22 E, 28, 37 UUD 1945
5.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia berhubungan erat dengan pasal 23, 27 (2), 31, 33, 34 UUD 1945
0 komentar:
Posting Komentar